17 Oktober 2025 4:21 pm

**Mengenal Maqom Syukur** _Sebuah catatan pribadi_

—--------```Tulisan ini lahir dari renungan panjang, dialog dengan kitab-kitab klasik, dan upaya menjawab kegelisahan: mengapa *syukur* sering terasa berat, padahal ia gerbang menuju kebahagiaan?".Apabila bermanfaat semata mata karena petunjuk,hidayah Allah swt.Bila ada salah dan kekurangan,hanya karena kebodohan penulis ,semoga Allah mengampuni.Wa Allah a’lam```


**Bagian 1: Syukur sebagai Kunci Hidup Bahagia**


Apa yang membuat orang bahagia? Harta melimpah? Keluarga sempurna? Atau karier gemilang? Faktanya, banyak orang yang sudah memiliki itu semua justru merasa hampa. Di sinilah **syukur** berperan sebagai *reset button* hati. Bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur, tapi syukurlah yang membuka pintu kebahagiaan.

### **Syukur: “Lensa” yang Mengubah Cara Pandang**

Bayangkan dua orang melihat gelas berisi air separuh. Yang pertama berkata, *“Cuma setengah? Aku kehausan!”* Sementara yang lain berseru, *“Alhamdulillah, masih ada setengah untuk bertahan!”* Inilah esensi syukur: **mengubah fokus dari kekurangan menjadi kelimpahan**. Orang pertama merespons dengan keluh kesah, “Cuma setengah? Aku kehausan!”, fokusnya tertuju pada **apa yang kurang**—separuh gelas yang kosong. Reaksinya mencerminkan pola pikir yang terperangkap dalam rasa tidak puas, di mana kekurangan menjadi pusat perhatian. Sebaliknya, orang kedua berseru, “Alhamdulillah, masih ada setengah untuk bertahan!”, menggeser pandangannya pada **apa yang tersedia**—separuh gelas yang terisi. Ungkapan syukur ini menunjukkan _kemampuan melihat nilai dalam kelimpahan sekecil apa pun, bahkan dalam situasi yang tidak ideal._*

**Dua cara memandang ini menggambarkan inti syukur**:


1. **Perspektif Kekurangan** (orang pertama) cenderung memicu kecemasan dan rasa tidak cukup, karena hanya berfokus pada hal yang hilang atau belum terpenuhi. Ini memperburuk perasaan kekosongan secara emosional. 2. **Perspektif Kelimpahan** (orang kedua) mengajak kita menghargai apa yang sudah ada, sekalipun tampak kecil. Syukur di sini berfungsi sebagai “kacamata mental” yang mengubah tantangan menjadi peluang untuk bertahan, sekaligus menguatkan ketahanan psikologis. Kedua respons ini bukan hanya soal optimisme vs pesimisme, melainkan tentang **memilih fokus**. Syukur, dalam konteks ini, adalah tindakan sadar untuk beralih dari narasi “kehilangan” ke narasi “pemberian”, sehingga membuka ruang untuk apresiasi dan harapan, bahkan di tengah keterbatasan.
Abu Thalib Al-Makki (semoga ruhnya dirahmati Allah) dalam *Qut al-Qulub* menegaskan:> *“Syukur adalah matahari yang menyinari kegelapan jiwa. Ia mengubah debu masalah menjadi emas hikmah.”*
Allah SWT pun menjanjikan:
**لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ** *“

Sungguh, jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.”* (QS. Ibrahim: 7). Tapi “tambahan” di sini bukan hanya materi. Bisa jadi ketenangan hati, kesehatan, atau keluarga yang harmonis.

### **Kisah Sufi: Pencuri yang Berubah Jadi Guru**

Suatu malam, seorang pencuri masuk ke rumah Imam Al-Ghazali (semoga ruhnya dirahmati Allah). Saat tak menemukan harta berharga, sang Imam justru berkata: *“Maaf, aku tak punya apa-apa untukmu. Tapi ambillah kain ini agar kau tidak pulang dengan tangan kosong.”* Keesokan harinya, pencuri itu kembali dan menangis: *“Kedermawananmu membuatku malu. Aku ingin belajar menjadi manusia yang bersyukur seperti engkau.”* Kisah ini mengajarkan: **Syukur itu menular**. Saat kita memilih berbaik hati meski dalam kekurangan, energi positif itu justru menarik kebaikan lain
.

### **Praktik Syukur ala Nabi Muhammad SAW**


Nabi SAW adalah teladan syukur sejati. Beliau kerap berpuasa sunnah, tapi tetap tersenyum pada orang miskin yang hanya makan roti kering. Dalam hadis, beliau bersabda:
**مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا**

*“Siapa yang di pagi hari merasa aman di rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah dunia telah dikumpulkan untuknya.”* (HR. Tirmidzi).
Artinya, kebahagiaan bukan tentang memiliki segalanya, tapi **mensyukuri hal-hal sederhana** yang sering kita anggap remeh: udara gratis, mata yang masih bisa melihat, atau tawa anak-anak.

### **Eksperimen Sains: Syukur Menyehatkan Otak**


Penelitian Universitas California membuktikan: orang yang menulis **jurnal syukur** selama 2 minggu menunjukkan peningkatan energi dan optimisme hingga 25%. Syukur merangsang produksi hormon dopamin (hormon kebahagiaan) dan mengurangi kortisol (hormon stres). Ini sejalan dengan nasihat Ibn Ata’illah dalam *Al-Hikam*: > *“Bersyukurlah atas hal kecil, niscaya kau akan pantas menerima yang besar.”*

### **Tantangan Syukur 24 Jam**


Coba praktikkan ini sehari saja:


1. **Pagi hari**: Ucapkan *“Alhamdulillah”* sambil hirup napas dalam-dalam. 2. **Siang hari**: Catat 3 hal sederhana yang membuatmu tersenyum (misal: kopi hangat, pesan dari sahabat). 3. **Malam hari**: Berterima kasihlah pada satu orang yang membantumu hari ini. Hasilnya? Anda akan tidur dengan perasaan **lebih ringan**, karena syukur mengalihkan otak dari “aku harus punya…” menjadi “aku sudah punya…”.
— wa Allah a’lam —-- sevilla zulkaidah 1446 H.--

**Pertanyaan Refleksi**:

*Apa yang terjadi jika kita mengucap “alhamdulillah” saat masalah datang?* Jawabannya ada di bagian selanjutnya! ---
**Bersambung ke Bagian 2: [Syukur dalam Kesulitan: Mengapa Ujian Justru Anugerah?]**
*(Akan dibahas: Rahasia syukur Nabi Ayub, nasehat syeikh Ibn Ata’illah dan ulama sufi laninya,Abu thalib al Makki, Imam al ghazali dll. )
Blog Post Lainnya
Tawakal Bukan Pasrah Buta: Konsep Tawakal Menurut Ibnu Athaillah al-HikamDi tengah dunia yang riuh oleh ambisi dan kecemasan, tawakal sering disalahpahami sebagai menyerah tanpa daya. Padahal, menurut para arif billah, tawakal justru adalah puncak kesadaran ruhani, ketika seseorang menyadari bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata.Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari ( semoga ruhnya dirahmati Allah) — sang penulis al-Hikam yang harum namanya di taman-taman para salik — menegaskan bahwa _tawakal_ bukan sekadar perilaku, tapi maqam (tingkatan spiritual) yang dicapai setelah hati tercerabut dari kebergantungan kepada selain Allah.Ia menulis dalam _al-Hikam_:*“Istirahatkan dirimu dari mengatur urusan dunia; apa yang telah diatur oleh Allah untukmu, jangan engkau susahkan dengan pengaturan dirimu sendiri.”*. Makna Tawakal: Penyerahan Total dan Kepercayaan Mutlak. Berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan hikmah para ulama, *definisi inti tawakal* adalah _penyerahan diri total kepada Allah disertai keyakinan mutlak bahwa hanya Dia-lah yang mampu
"Makrifatullah dan Buahnya: Rahasia yang Akan Mengubah Hidup". Moqodimah. . Makrifatullah, atau pengetahuan spiritual yang mendalam dan pengenalan akan Allah SWT, merupakan salah satu pencapaian spiritual tertinggi dalam mistisisme Islam. Pemahaman Ilahi ini jauh melampaui sekadar pengetahuan intelektual atau praktik keagamaan rutin – ini adalah perjalanan transformatif yang membuka hati untuk hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta, yang secara mendasar mengubah cara kita memandang diri sendiri, tujuan kita, dan hubungan kita dengan Sang Ilahi ALLAH SWT.. Di dunia yang serba cepat saat ini, di mana pengejaran materi sering kali membayangi pertumbuhan spiritual, memahami dan mengejar Makrifatullah menjadi lebih penting dari sebelumnya. Pencerahan spiritual ini berfungsi sebagai kompas, membimbing orang beriman melalui tantangan hidup sambil menawarkan kedamaian batin dan kepuasan yang mendalam yang tidak dapat ditandingi oleh pencapaian duniawi mana pun. Saat kita menjelajahi pengetahuan suci ini dan buahnya (buah), kita akan
Berita Newsletter
`Berlangganan
-
Social Media
-