11 Oktober 2024 9:52 am

**Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital: Panduan Islam untuk Generasi Z dan Milenial**Bustanul arifin A

**Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital: Panduan Islam untuk Generasi Z dan Milenial**Bustanul arifin A

-
Hidup di zaman di mana teknologi dan media sosial menjadi bagian integral dari keseharian kita, generasi Z dan milenial sering kali menghadapi tekanan yang tidak terlihat. Dari ekspektasi sosial yang tinggi hingga krisis identitas, tantangan ini bisa mengganggu kesehatan mental kita. Namun, sebagai generasi muda Muslim, kita memiliki sumber kekuatan yang sangat berharga—yaitu Islam. Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah, tetapi juga memberikan panduan untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kesehatan mental. Lalu, bagaimana Islam bisa menjadi pelindung bagi kesehatan mental generasi muda saat ini?

### 1. Keseimbangan dalam Hidup (Tawazun)

Islam sangat menganjurkan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: > *“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”* (QS. Al-Qashash: 77). Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak berlebihan dalam satu hal dan mengabaikan hal lainnya. Banyak dari kita terlalu fokus pada pencapaian materi, popularitas di media sosial, atau kebahagiaan instan, sehingga melupakan pentingnya merawat jiwa. Keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan spiritual sangat penting untuk menjaga kesehatan mental.

### 2. Berserah Diri dan Tawakkal

Terkadang, kita merasa terbebani oleh tekanan untuk menjadi sempurna atau memenuhi ekspektasi orang lain. Hal ini sering kali memicu stres dan kecemasan. Namun, Islam mengajarkan konsep *tawakkal*—berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha terbaik. Rasulullah SAW bersabda: > *“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberikan rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.”* (HR. Tirmidzi). *Berserah diri* di sini bukan berarti kita pasif, tapi setelah usaha maksimal, kita meyakini bahwa Allah punya rencana terbaik. Konsep ini bisa sangat membantu dalam mengurangi stres dan kecemasan yang disebabkan oleh ketidakpastian masa depan.

### 3. Pentingnya Koneksi Sosial dan Silaturahmi

Studi psikologi modern sering menekankan pentingnya dukungan sosial dalam menjaga kesehatan mental. Dr. Julianne Holt-Lunstad dari Brigham Young University menemukan bahwa hubungan sosial yang baik dapat meningkatkan harapan hidup, dan sebaliknya, isolasi sosial meningkatkan risiko kematian dini. Dalam Islam, silaturahmi adalah bagian penting dari kehidupan. Rasulullah SAW bersabda: > *“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.”* (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam konteks kesehatan mental, menjaga hubungan baik dengan keluarga dan teman-teman dapat menjadi penyangga emosional. Di tengah kesibukan dan tekanan hidup, hubungan sosial yang sehat membantu kita merasa lebih didukung dan dihargai.

### 4. Ketenangan Hati dengan Dzikir

Salah satu cara terbaik untuk menenangkan hati dan pikiran dalam Islam adalah melalui *dzikir*—mengingat Allah. Al-Qur'an menegaskan bahwa: > *“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”* (QS. Ar-Ra’d: 28). Ketika kita merasa cemas atau stres, meluangkan waktu sejenak untuk beribadah dan berdzikir dapat membantu menenangkan pikiran. Dalam dunia yang serba cepat ini, dzikir menjadi cara efektif untuk memusatkan diri dan merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta, menciptakan kedamaian batin yang tidak bisa didapatkan dari hal-hal duniawi.

### 5. Self-care dalam Perspektif Islam

Merawat diri (*self-care*) tidak hanya tentang fisik, tetapi juga spiritual dan mental. Islam sangat mendorong umatnya untuk menjaga tubuh dan jiwa. Rasulullah SAW bersabda: > *“Sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak yang harus kamu penuhi.”* (HR. Bukhari). Dalam konteks modern, ini bisa diterjemahkan sebagai menjaga kesehatan fisik dengan olahraga, menjaga pola makan yang baik, cukup tidur, serta meluangkan waktu untuk hal-hal yang membuat hati kita tenang dan bahagia—selama itu tidak melanggar batas-batas yang ditetapkan agama

. ### 6. Kesederhanaan dan Menjauhi Konsumerisme

Di era media sosial, kita sering tergoda untuk mengikuti gaya hidup konsumtif demi pengakuan dan validasi dari orang lain. Padahal, dalam Islam, kesederhanaan adalah nilai yang sangat ditekankan. Nabi Muhammad SAW bersabda: > *“Berbahagialah orang-orang yang hidupnya sederhana.”* (HR. Muslim). Kesederhanaan tidak hanya mencerminkan kebijaksanaan dalam menggunakan sumber daya, tetapi juga mencegah kita dari merasa iri atau cemburu terhadap kehidupan orang lain. Menjaga diri dari godaan duniawi dan tetap fokus pada hal-hal yang esensial bisa sangat membantu menjaga keseimbangan mental.

### Kesimpulan

Generasi Z dan milenial berada di persimpangan zaman dengan tantangan yang belum pernah dihadapi oleh generasi sebelumnya. Namun, Islam menawarkan solusi yang timeless—melalui konsep keseimbangan, *tawakkal*, silaturahmi, dzikir, dan kesederhanaan. Kesehatan mental bukan hanya masalah duniawi, tetapi juga masalah spiritual. Dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pedoman hidup, generasi muda Muslim dapat menemukan kedamaian dan stabilitas di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian.[ wa Allah a’lam ]


Blog Post Lainnya
"Makrifatullah dan Buahnya: Rahasia yang Akan Mengubah Hidup". Moqodimah. . Makrifatullah, atau pengetahuan spiritual yang mendalam dan pengenalan akan Allah SWT, merupakan salah satu pencapaian spiritual tertinggi dalam mistisisme Islam. Pemahaman Ilahi ini jauh melampaui sekadar pengetahuan intelektual atau praktik keagamaan rutin – ini adalah perjalanan transformatif yang membuka hati untuk hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta, yang secara mendasar mengubah cara kita memandang diri sendiri, tujuan kita, dan hubungan kita dengan Sang Ilahi ALLAH SWT.. Di dunia yang serba cepat saat ini, di mana pengejaran materi sering kali membayangi pertumbuhan spiritual, memahami dan mengejar Makrifatullah menjadi lebih penting dari sebelumnya. Pencerahan spiritual ini berfungsi sebagai kompas, membimbing orang beriman melalui tantangan hidup sambil menawarkan kedamaian batin dan kepuasan yang mendalam yang tidak dapat ditandingi oleh pencapaian duniawi mana pun. Saat kita menjelajahi pengetahuan suci ini dan buahnya (buah), kita akan
**Mengenal Maqom Syukur** _Sebuah catatan pribadi_—--------```Tulisan ini lahir dari renungan panjang, dialog dengan kitab-kitab klasik, dan upaya menjawab kegelisahan: mengapa *syukur* sering terasa berat, padahal ia gerbang menuju kebahagiaan?".Apabila bermanfaat semata mata karena petunjuk,hidayah Allah swt.Bila ada salah dan kekurangan,hanya karena kebodohan penulis ,semoga Allah mengampuni.Wa Allah a’lam```. . **Bagian 1: Syukur sebagai Kunci Hidup Bahagia** . Apa yang membuat orang bahagia? Harta melimpah? Keluarga sempurna? Atau karier gemilang? Faktanya, banyak orang yang sudah memiliki itu semua justru merasa hampa. Di sinilah **syukur** berperan sebagai *reset button* hati. Bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur, tapi syukurlah yang membuka pintu kebahagiaan. . ### **Syukur: “Lensa” yang Mengubah Cara Pandang** . Bayangkan dua orang melihat gelas berisi air separuh. Yang pertama berkata, *“Cuma setengah? Aku kehausan!”* Sementara yang lain berseru, *“Alhamdulillah, masih ada setengah untuk bertahan!”* Inilah
Berita Newsletter
`Berlangganan
-
Social Media
-